Penyesuaian
Diri Pada Tahap Perkembangan
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
RIZKY
ANDANA POHAN
NURUL
HUDA
DIKA
SYAHPUTRA
AISYAH
HUTAPEA
LILIS
SUNDARI
DOSEN
PEMBIMBING: ZAINUN, MA
JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH IAIN
MEDAN
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan
kepada Allah, karena berkat rahmat dan hidayah Nya lah maka kami dapat
menyelesaikan makalah kami ini, yang merupakan tugas kelompok dalam mata kuliah
kesehatan mental di Fakultas Dakwah IAIN SU.
Ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya
kami ucapkan kepada bapak dosen pembimbing, serta seluruh pihak yang telah
membantu baik moral maupun moril dalam persiapan makalah ini.
Kami
juga mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun dari pembaca, agar
menjadi perbaikan bagi kami dalam pembuatan makalah – makalah selanjutnya.
Medan, Juni
2011
Penulis
i
|
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................. ii
BAB I
Pendahuluan........................................................................................................ 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep penyesuaian diri pada tahap perkembangan...................................... 5
B. Faktor – faktor yang mempengaruhi pada tahap perkembangan.................... 9
BAB III
PENUTUP
·
Kesimpulan............................................................................................ 14
Daftar Pustaka................................................................................................... 15
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN
Penyesuaian diri merupakan suatu usaha manusia
untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Proses
penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat (lifelong
process) dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan
dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat. Respons penyesuain baik atau
buruk, secar sederhana dapat dipandang sebagai suatu upaya individu untuk
mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara kondisi-kondisi
keseimbangan yang lebih wajar.
Karakteristik penyesuaian diri terbagi atas 2
macam, yaitu karakteristik penyesuaian diri secara positif dan karakteristik
penyesuaian diri yang salah. Dimana pada penyesuaian diri positif yaitu
individu melakukan hal-hal yang dapat membawa dampak baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sedangkan penyesuaian diri yang salah
adalah individu melakukan hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun
orang lain baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
penyesuaian diri pada tahap perkembangan meliputi kondisi-kondisi fisik (keturunan,
konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar dan sistem otot, kesehatan, penyakit,
dan lain-lain). Perkembangan dan kematangan (khususnya kematangan intelektual
sosial, moral, dan emosional) penentu psikologis (pengalaman, belajar,
pengkondisian, penentu diri / self-determination, frustasi dan konflik),
kondisi lingkungan (keluarga dan sekolah) dan penentu kultural (agama).
Pemahaman tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri dan
bagaimana fungsinya dalam penyesuaian merupakan syarat untuk memahami proses
penyesuaian, kaena penyesuaian tumbuh dari hubungan-hubungan antara
faktor-faktor tersebut dan tuntutan individu.
Persoalan-persoalan umum yang seringkali
dihadapi remaja antara lain memilih sekolah, yang mana penyesuaian diri yang
mungkin timbul adalah penyesuaian diri yang berkaitan dengan kebiasaan belajar
yang baik. Bagi siswa yang baru masuk sekolah lanjutan mungkin mengalami
kesulitan dan membagi waktu belajar, yakni adanya pertentangan antara belajar
dan keinginan untuk ikut aktif dalam kegiatan sosial, dan kegiatan
ekstrakurikuler. Implikasi proses penyesuaian remaja terhadap penyelenggaraan
pendidikan seperti lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perkembangan jiwa remaja.
Penyesuaian diri remaja sangat ditentukan oleh
peran serta orang tua dalam membimbing dan mengarahkan hal yang lebih baik,
untuk itu perlu kesadaran orang tua dalam membimbing anak serta harus dapat
menjaga anak dari kecaman lingkungan yang dapat mempengaruhi anak, serta juga
peran masyarakat yang sangat menunjang kelancaran atau terciptanya masyarakat
yang aman, damai, dan sejahtera jauh dari lingkungan yang memiliki suatu hal
yang dapat berdampak negatif bagi masyarakat itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Penyesuaian Diri Pada Tahap Perkembangan
Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang
individu terletak pada sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya
dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan
masyarakat. Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme
yang aktif dengan tujuan aktivitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi
peluang kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya, penyesuaian diri
secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Pada
waktu remaja bertambah dewasa, tampak bahwa pengetahuan mereka bertambah dan
mereka dan mereka mengetahui bahwa hidup merka terpengaruh oleh sumber- sumber
peristiwa serta pemikiran merka meninkat menjadi dewasa tentang persoalan umat
dan negara.[1]
1.
Konsep penyesuaian diri
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan
sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive
dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan
relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan
sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau
prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat
rencana dan mengorganisasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa
mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara
efisien.
2.
Proses penyesuaian diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana
individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan
lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah
tercapai. Penyesuaian yang terjadi jika manusia/individu selalu dalam keadaan seimbang
antara dirnya dengan lingkungannya dimana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak
terpenuhi, dan dimana semua fungsi organisme/individu berjalan normal. Sekali
lagi, bahwa penyesuaian yang sempurna itu tidak pernah dapat dicapai. Karena
itu penyesuaian diri lebih bersifat sutau proses sepanjang hayat (lifelong
process), dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Pemenuhan kebutuhan pada manusia adalah syarat
utama dari penyesuaian diri yang memberikan manusia kemantapan jiwa.[2]
3.
Karakteristik penyesuaian diri
Tidak selamanya individu berhasil dalam
melakukan penyesuaian diri, karen kadang-kadang ada rintangan-rintangan
tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri.
Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar
dirinya. Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan tersebut ada
individu-individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif, namun
adapula individu-individu yang melakukan penyesuaian diri yang salah. Berikut
ini akan ditinjau karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian
diri yang salah.
1.
Penyesuaian diri secara positif
Mereka yang tergolong mampu melakukan
penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut :
1.
Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional,
2.
Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme
psikologis,
3.
Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi,
4.
Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan
diri,
5.
Mampu dalam belajar,
6.
Menghargai pengalaman,
7.
Bersikap realistik dan objektif.
Melakukan penyesuaian diri secara positif,
individu akan melakukan dalam berbagai bentuk, antara lain:
1.
Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara
langsung,
2.
Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi
(penjelajahan),
3.
Penyesuaian dengan trial and error atau
coba-coba,
4.
Penyesuaian dengan substansi (mencari
pengganti),
5.
Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan
diri,
6.
Penyesuaian dengan belajar,
7.
Penyesuaian dengan inhibis dan pengendalian
diri,
8.
Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat.
2.
Penyesuaian diri yang salah
Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang
salah, yaitu:[3]
1.
Reaksi bertahan
Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya,
seolah-olah tidak menghadapi kegagalan, ia selalu berusaha untuk menunjukkan
bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
§
Rasionalisasi,
§
Represi,
§
Proyeksi,
2.
Reaksi menyerang
Reaksi-reaksinya tampak dalam tingkah laku:
§
Selalu membenarkan diri sendiri,
§
Mau berkuasa dalam setiap situasi,
§
Bersikap senang mengganggu orang lain,
§
Menggertak baik dengan ucapan maupun dengan
perbuatan,
§
Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka,
§
Menunjukkan sikap menyerang dan merusak,
§
Keras kepala dalam perbuatannya,
§
Bersikap balas dendam,
§
Memperkosa hak orang lain,
§
Tindakan yang serampangan,
§
Marah secara sadis.
3.
Reaksi melarikan diri
Reaksi ini orang yang mempunyai penyesuaian
diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan,
reaksinya tampak dalam tingkah laku sebagai berikut : berfantasi yaitu
memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah
sudah tercapai), banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu
ganja, narkotika dan regresi, yaitu kembali kepada tingkah laku yang semodel
dengan tingkat perkembangan yang lebih awal (misal orang dewasa yang bersikap
dan berwatak seperti anak kecil).
4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses
penyesuaian diri
Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi
sebagai penentu primer terhadap penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang
mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada proses penyesuaian. Secara
sekunder proses penyesuaian ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan
kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal. Penentu penyesuaian
identik dengan faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi
secara bertahap.[4]
Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
§
Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya
keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot,
kesehatan, dan penyakit,
§
Perkembangan dan kematangan, khususnya
kematangan intelektual, sosial, moral, dan emosional,
§
Penentu psikologis, termasuk didalamnya
pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penentu diri (self-determination),
frustrasi, dan konflik,
§
Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan
sekolah.
§
Penentu kultural, termasuk agama.
Pemahaman tentang faktor-faktor ini dan
bagaimana fungsinya dalam penyesuaian merupakan syarat untuk memahami proses
penyesuaian, karena penyesuaian tumbuh dari hubungan-hubungan antara
faktor-faktor ini dan tuntutan individu.
B. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pada Tahap
Perkembangan
1.
Kondisi jasmaniah
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur
/ konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek
perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi
tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara
tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen. Misalnya orang yang tergolong
ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat
menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu.
2.
Perkembangan, kematangan, dan penyesuaian
diri
Respons anak pada proses perkembangan,
berkembang dari respons yang bersifat instinkif menjadi respons yang diperoleh
melalui belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan dan
perkembangan respons, tidak hanya melalui proses belajar saja melainkan anak
juga menjadi matang untuk melakukan respons dan ini menentukan pola-pola
penyesuaian dirinya. Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan
berbeda antara individu yang satu dengan lainnya, sehingga pencapaian pola-pola
penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. Dengan kata lain, pola
penyesuaian diri akan bervariasi susuai dengan tingkat perkembangan dan
kematangan yang dicapainya dalam fase tertentu salah satu aspek mungkin lebih
penting dari aspek lainnya. Misalnya pertumbuhan moral lebih penting dari pada
kematangan sosial, dan kematangan emosional merupakan yang terpenting dalam
penyesuaian diri.
3.
Penentu psikologis pada penyesuaian diri
Banyak sekali faktor psikologis yang
mempengaruhi penyesuai diri, diantaranya adalah pengalaman, belajar,
kebutuhan-kebutuhan, determinasi diri, dan frustrasi.[5]
1.
Pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi
penyesuaian diri. Pengalaman-pengalaman tertentu yang memiliki arti dalam penyesuaian
diri adalah pengalaman menyenangkan dan pengalaman traumatik (menyusahkan).
Pengalaman yang menyenangkan misalnya mendapatkan hadiah dalam satu kegiatan,
cenderung akan menimbulkan proses penyesuaian diri yang baik, dan sebaliknya
pengalaman traumatik akan menimbulkan penyesuaian yang kurang baik atau mungkin
salah suai.
2.
Determinasi diri
Determinasi ini mempunyai peranan penting dalam proses penyesuaian
diri karena mempunyai peranan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian
diri. Keberhasilan atau kegagalan penyesuaian diri akan banyak ditentukan oleh
kemampuan individu dalam mengarahkan dan mengendalikan dirinya. Meskipun
sebetulnya situasi dan kondisi tidak menguntungkan bagi penyesuaian dirinya.
3.
Konflik dan penyesuaian
Tanpa memperhatikan tipe-tipe
konflik, mekanisme konflik secara esensial sama yaitu pertentangan antara
motif-motif. Efek konflik pada prilaku akan bergantung sebagian ada sifat
konflik itu sendiri. Ada beberapa pandangan bahwa bahwa semua konflik bersifat
menggangu atau merugikan. Namun dalam kenyataan ada juga seseorang yang
mempunyai banyak konflik tanpa hasil-hasil yang merusak atau merugikan.
Sebenarnya ada beberapa konflik dapat bermanfaat memotivasi seseorang untuk
meningkatkan kegiatan. Cara seseorang mengatasi konfliknya dengan meningkatkan
usaha kearah pencapaian tujuan yang menguntungkan secara sosial. Atau mungkin
sebalikuya ia memecahkan konflik dengan melarikan diri, khususnya ke dalam
gejala-gejala neurotis.
4.
Lingkungan sebagai penentu penyesuaian
diri
Berbagai lingkungan anak
seperti keluarga dan pola hubungan didalamnya, sekolah, masyarakat, kultur, dan
agama berpengaruh terhadap penyesuaian diri anak.
1.
Pengaruh rumah dan
keluarga
Dari sekian banyak faktor
yang mengkondisikan penyesuaian diri. Faktor rumah dan keluarga merupakan
faktor yang sangat penting. Kerena keluarga merupakan satuan kelompok sosial
terkecil. Interaksi sosial yang pertama diperoleh individu adalah dalam
keluarga. Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan dikembangkan di masyarakat.
2.
Hubungan orang tua dan
anak
Pola hubungan antara orang
tua dengan anak akan berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri anak-anak.
Beberapa pola hubungan yang dapat dipengaruhi penyesuai diri antara lain :
1.
Menerima (acceptance),
2.
Menghukum dan disiplin
yang berlebihan,
3.
Memanjakan dan melindungi
anak secara berlebihan.
4.
Penolakan.
5.
Hubungan saudara
Suasana hubungan saudara
yang penuh persahabatan, kooperatif, saling menghormati, penuh kasih sayang,
mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih
baik, sebaliknya suasana permusuhan, perselisihan, iri hati, kebencian, dan
sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian diri.[6]
5.
Kultur dan agama sebagai penentu
penyesuaian diri
Proses penyesuaian diri
anak mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap
dipengaruhi oleh faktor-faktor kultur dan agama. Lingkungan kultur dimana individu berada dan berinteraksi
akan menetukan pola-pola penyesuaian dirinya. Contohnya tata cara kehidupan
disekolah, dimesjid, gereja, dan semacamnya akan mempengaruhi bagaimana anak
menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya.
Aktor sosial dalam agama
terdiri dari berbagai pengaruh terhadap keyakinan dan perilaku keagamaan, dan
pendidikan yang kita terima pada masa kanak – kanak, berbagai pendapat dan
siakp orang di sekitar kita, dan berbagai tradisi di masa lampau.[7]
Agama memberikan suasana
psikologis tentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainya.
Agama juga memberikan suasana damai dan tenang bagi anak. Agama merupakan
sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan
tuntunan bagi arti, tujuan dan kesetabilan hidup umat manusia. Di dalam agama
terdapat ajaran tentan bagaimana agar manusia mau meneima petunjuk Tuhan Nya,
sehingga manusia itu sendiri tanpa paksaan bersedia menjadi hambanya yang baik dan taat. Itula sebabnya
dapa dikatakan bahwa di dalam agama itu , penuh dengan unsur – unsu pedagogis
yang bahkan merupakan esensi pokok dari tujuan agama diturunkan oleh Tuhan
kepada umat manusia.[8]
6.
Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri remaja
Di antara persoalan
terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan yang
menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang
dewasa terutama orang tua. Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja
sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana psikologis dan sosial dalam
keluarga. Contoh : Sikap orang tua yang menolak. Penolakan orangtua terhadap
anaknya dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, penolakan mungkin merupakan
penolakan tetap sejak awal, dimana orang tua merasa tidak senang kepada
anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghadaki kehadirinya.
Sikap orang tua yang
otoriter, yaitu yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja juga akan
menghambat prosedur penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk
menentang kekuasaan orang tua dan pada gilirannya ia akan cenderung otoriter
terhadap teman-temanya dan cenderung menentang otoritas yang ada baik di
sekolah maupun di masyarakat.
Permasalahan-permasalahan
penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis
keluarga seperti keretakan keluarga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja
yang hidup didalam rumah tangga yang retak, mengalami masalah emosi. Tampak
padanya ada kecendrungan yang besar untuk marah, suka menyindir, disamping
kurang kepekaan terhadap penerimaan sosial dan kurang mampu menahan diri serta
lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang
wajar.
PENUTUP
Kesimpulan
Penyesuaian diri adalah merupakan hal yang sangat esensi
dalam perkembangan kepribadian, ketika seseorang mampu untuk menyesuaikan
dirinya dengan secara baik dapat dipastiakan bahwa dalam proses sosial nya ia dapat
berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya, sebaliknya jika penyesuaian
diri pada tahap perkembangan gagal maka dalam eksistensinya di lingkungan
pribadi itu akan banyak mengalami kendala.
Oleh karena itu banyak faktor yang mempengaryhi proses penyesuain
diri pada tahap perkembangan seperti kondisi jasmaniah, kultur keagamaan,
linkungan baik keluarga maupun masyarakat.
Dalam makalah ini banyak terdapat masalah – masalah
penyesuaian remaja, sehingga diharapkan remaja dalam tahap perkembangannya tidak
lagi mengalami kendala dan menghasilkan hasil yang negatif pada tahap
perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA
·
Mulyani, S.. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: Universitas Terbuka, 2008
·
Poerwati,
E., dan Nurwidodo.. Perkembangan Peserta Didik. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang, 2000
·
Hartono, A., dan Sunarno.. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta, 1995
·
Salahudin, Anas, Bimbingan & Konseling,
Bandung:Pustaka Setia, 2010
·
Ahmadi, Abu, Psikologi Umum, Semarang:
Rineka Cipta, 1991
·
Remmers, Let’s listen to youth, Jakarta
: Bulan Bintang, 1983
·
Robert H,
Thouless, Pengantar psikologi Agama,Jakarta:Raja grafindo persada,1992
[1] H.H Remmers & C.G. Hacket, Let’s listen to youth,(Jakarta:bulan
bintang,1984) hlm 60
[2] Fahmy, mustofa, penyesuaian diri “pengertian dan peranannya dalam
kesehatan mental,(jakarta,bulan bintang:1982) hl 48
[5] Anas Salahudin, Bimbingan & konseling (Bandung:pustaka
setia, 2010) hlm 65
[6] Poerwati, E.,
dan Nurwidodo. Perkembangan Peserta Didik. (Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang,2000) hlm 78
[7] Robert H. Thouless, Pengantar psikologi Agama,(Jakarta:Raja
grafindo persada,1992) hlm 129
[8] Abu Ahmadi, Psikologi umum, (Semarang:Rineka cipta, 1991)
hlm. 29
No comments:
Post a Comment