Maestro BK Indonesia

Maestro BK Indonesia
Prof. Dr. Prayitno, M.Sc.Ed, beliau merupakan maestro BK Indonesia. Beliau menghibahkan seluruh hidupnya untuk kemajuan BK, sehingga dapat kita nikmati dan tekuni ilmunya sampai saat ini.

Friday, September 26, 2014

KONSELING BERWAWASAN KEBENCANAAN



Abstrak
Disaster is an unforeseen circumstance by all human beings, but when disaster comes we believe that it is a plan and the will of the Ilahi Rabbi. Guidance and Counseling as a science and profession overall has an obligation and a role to help the victims of natural disasters in terms of mental and psychological. Collaboration between counselors with various parties expected to be healers of wounds and solace to the people who suffered to keep the spirit and future with optimism.
Key words: Guidance and Counseling, Disaster, couonselor.
A.  Pendahuluan
            Indonesia merupakan sebuah negara strategis dengan segala potensi  kekayaan alam yang dimilikinya. Negara kepulauan yang memiliki lebih kurang tujuh belas ribu pulau-pulau besar dan kecil dengan keadaan geografis yang lengkap disebut sebagai ring of fire  mulai dari pegunungan, lautan, sungai, sumber daya mineral, hutan, hewan dan berbagai sumber yang tidak terhitung harganya. Namun sesunguhnya potensi yang kaya itu pada akhir-akhir ini mulai menimbulkan dampak bagi manusia. Dampak itulah yang dinamakan bencana. Dua  tahun terakhir ini saja bencana itu seolah-olah datang silih berganti, mulai dari erupsi gunung Sinabung di Kabupaten Karo Sumatera Utara selama lebih kurang enam bulan, erupsi gunung Kelud di Jawa Timur, erupsi Gunung Selamat, banjir di Ibu Kota Jakarta, banjir bandang di Manado. Semua bencana memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan masyarakat tersebut. Tidak ada yang dapat memprediksi kapan bencana itu datang, namun manusia sebagai makhluk beragama meyakini bahwa semua itu merupakan kehendak ilahi terlepas apakah semua itu ujian dan cobaan, yang jelas manusia dituntut untuk tetap meghadapi bencana itu dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan usaha-usaha dengan memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya.

A.  Konsep Bimbingan dan Konseling berwawasan kebencanaan
            Konseling sebagai profesi yang profesional merupakan sebuah profesi yang unik dan mulia, unik karena tidak semua orang mampu untuk menjiwai sepenuhnya profesi konseling itu. Mulia karena profesi ini merupakan sebuah bantuan yang diberikan oleh konselor kepada klien/ masyarakat dengan ikhlas sehingga salah satu sifat yang harus dimiliki oleh konselor adalah altruistik yaitu lebih mementingkan kepuasaan orang lain daripada diri sendiri.
            Prayitno mendefenisikan konseling sebagai berikut:[2]
Konseling adalah pelayanan bantuan oleh tenaga profesional kepada seorang atau sekelompok individu untuk pengembangan kehidupan efektif sehari-hari dan penanganan kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu dengan fokus pribadi mandiri yang mampu mengendalikan diri melalui penyelenggaraan berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung dalam proses pembelajaran.
            Dari pengertian konseling tersebut dapatlah dipahami bahwa Bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan merupakan pelayanan bantuan yang diberikan oleh orang yang profesional (disebut konselor)[3] kepada klien dalam hal ini individu atau kelompok masyarakat dalam rangka persiapan meghadapi bencana, pada saat bencana, dan setelah bencana sehingga individu dan kelompok masyarakat tersebut mampu memahami dan menyelesaikan masalahnya dengan berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung yang fokus pada pribadi yang mandiri dan mampu mengendalikan dirinya.
            Jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan diadopsi dari pola Bimbingan dan Konseling pola 17 plus oleh Prayitno antara lain[4]:
1.      Layanan orientasi, yaitu layanan BK yang diberikan kepada masyarakat sebelum menghadapi bencana maupun ketika telah menghadapi bencana yang didalamnya merupakan pengenalan awal mengenai bencana dan cara penyiapan diri.
2.      Layanan informasi, yaitu layanan BK yang diberikan kepada masyarakat sebelum dan setelah menghadapi bencana untuk memberikan informasi agar mampu memahami keadaan, dirinya secara terarah dan bijak ketika sedang menghadapi bencana.
3.      Layanan penempatan dan penyaluran, yaitu layanan BK yang diberikan kepada masyarakat ketika sedang menghadapi bencana sehingga ia mampu mandiri dalam menentukan masa depan selanjutnya setelah menghadapi bencana.
4.      Layanan penguasaan konten, yaitu layanan yang diberikan kepada masyarakat ketika meghadapi bencana, layanan ini menyangkut penguasaan mengenai satu materi tertentu, misalnya bagaimana cara menyelamatkan diri, harta benda yang perlu dahulu diselamatkan ketika bencana datang, dll.
5.      Layanan konseling perorangan, yaitu layanan yang diberikan kepada seorang individu dengan cara face to face dalam rangka membantu menyelesaikan masalah yang dihadapinya berkenaan dengan bencana yang sedang dialaminya.
6.      Layanan bimbingan kelompok, yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada sekelompok individu dalam rangka membantu mengatasi masalah-masalah umum  yang dihadapi kelompok tersebut, serta untuk menumbuhkan sikap kepedulian sosial dalam suasana bencana.
7.      Layanan konseling kelompok, layanan ini diberikan oleh konselor kepada klien dalam rangka membantu menyelesaikan masalah-masalah pribadi yang dihadapi oleh setiap anggota kelompok dalam rangka menghadapi keadaan bencana.
8.      Layanan konsultasi, yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada individu mengenai masalah-masalah yang dihadapinya bisa saja berkaitan dengan pihak ketiga yang timbul akibat datangnya bencana.
9.      Layanan mediasi, layanan ini diberikan oleh konselor kepada individu dalam rangka menyelesaikan masalah dengan pihak lain, dalam hal ini konselor berfungsi sebagai mediator.
10.  Layanan advokasi, yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada individu dalam rangka meningkatkan kembali semangat hidupnya dalam menghadapi bencana yang sedang melanda.
            Dalam rangka menjalankan aktivitas konseling dalam suasana kebencanaan, seorang konselor harus mampu menyesuaikan dengan keadaan di lapangan, karena dalam keadaan bencana suasananya jelas jauh berbeda, oleh sebab itudalam situasi ini semua jenis layanan yang digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat yang menjadi klien.
            Jenis kegiatan pendukung juga seharusnya dilaksanakan oleh konselor, namun situasi bencana adalah isidental oleh sebab itu konselor harus mampu melihat bantuan apa yang seharusnya dan secepatnya dilaksanakan antara lain: Aplikasi instrumentasi, Konferensi kasus, Kunjungan rumah, Tampilan kepustakaan dan Alih tangan kasus.
            Untuk bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan ini maka akan disesuaikan dengan pemakaiannnya sesuai dengan kedaaan dan kondisi di lapangan bencana yang dilasanakan sesuai dengan program-program yang telah direncanakan sebelumnya.

B.  Kondisi Klien dan Konselor yang Efektif
            Bencana merupakan suasana yang terjadi yang tidak bisa ditebak kapan terjadinya. Oleh sebab itu keadaan masyarakat yang tertimpa bencana sudah barang tentu bermacam-macam masalah dan situasi yang dihadapinya. Konselor harus bisa memahami bahwa klien dalam kondisi sedih, berduka karena kehilangan harta benda maupun kehilangan sanak saudaranya. Oleh sebab itu konselor harus memahami peran dan tugasnya yang mulia dalam rangka membantu masyarakat. Carl Rogers menyebutkan sedikitnya tiga kualitas utama yang harus dimiliki oleh setiap konselor adalah[5]:
1.      Konselor yang memiliki kualitas kongruen, yaitu konselor yang dalam perilaku dan aktifitasnya menunjukkan sebagai dirinya sendiri yang asli, utuh, dan menyeluruh baik dalam kehidupan pribadinya maupun dalam kehidupan profesionalnya.
2.      Konselor harus memiliki sikap empati yang tinggi, dapat merasakan pikiran dan perasaan masyarakat yang terkena bencana, merasa memiliki dan kepedulian yang tinggi dari seorang konselor.
3.      Unconditional positive regards (penerimaan positif tanpa syarat), adalah sikap yang harus ditunjukkan oleh konselor dalam rangka menerima bagaimanapun keadaan klien yang dihadapinya, apalagi dalam situasi bencana, hal ini merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan, konselor tidak boleh takut, jijik, tidak suka dengan keadaan masyarakat. Apapun keadaannya semua masyarakat adalah mulia disisi Allah Swt, dan mereka sangat memerlukan bantuan konselor.
            Oleh sebab itu sebelum terjun ke lapangan bencana setiap konselor perlu mengamalkan dalam hati mereka bahwa tugas mereka adalah begitu mulia dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang sedang menghadapi bencana dan kesulitan. Masyarakat korban bencana tidak hanya butuh bantuan materi namun jauh lebih dari itu mereka membutuhkan bantuan moril untuk kembali menumbuhkan rasa percaya diri, optimistis, semangat mereka dalam menyongsong hidup kedepannya, tugas itu menjadi kewajiban setiap konselor untuk membantunya.
            Sebelum terjun membantu masyarakat bencana berikut ini merupakan sikap dan pribadi yang harus dipersiapkan oleh konselor antara lain:
1.      Niat yang tulus dalam hati, dengan berserah diri pada Allah swt, niatkanlah dalam hati bahwa tugas yang mulia ini adalah tulus dan ikhlas untuk membantu saudara-saudara yang sedang kesulitan dalam menghadapi bencana.
2.      Persiapkanlah mental dan psikologis karena suasana bencana tidak bisa terduga keadaannya, oleh sebab itu apapun keadaan yang terjadi di sana setiap konselor harus tetap bertahan membantu masyarakat yang sedang memerlukan bantuan.
3.      Bawalah perlengkapan kesehatan, sandang dan pangan, agar dalam menjalankan tugas sebagai konselor merasa fokus dan pikiran tidak akan bercabang kemana-mana.
4.      Sebisa mungkin meyakinkan keluarga seperti istri, suami, orang tua dan kerabat lainnya yang ditinggalkan. Yakinkan kepada mereka bahwa tugas konselor di pusat kebencanaan adalah mulia karena membantu saudara-saudara yang sedang kesulitan.
            Sikap-sikap pribadi konselor ini merupakan sebuah keniscayaan bagi seorang konselor yang profesional, diharapkan dengan memiliki sikap, pribadi dan persiapan yang matang tersebut konselor akan terhindar dari sikap-sikap negatif yang tidak boleh ada dalam diri konselor, seperti yang dikatakan Guy dalam Gladding menyebutkan sedikitnya enam sikap yang tidak boleh ada di dalam diri seorang konselor yaitu[6]:
1.      Distres emosi yaitu konselor yang mempunyai trauma yang sulit untuk disembuhkan
2.      Vicarious coping yaitu konselor yang memakai kehidupan orang lain untuk dirinya alih-alih menjalani hidupnya sendiri dengan penuh arti
3.      Kesepian dan isolasi yaitu konselor yang tidak mempunyai teman dan berusaha mencari teman dengan menjadi konselor
4.      Keinginan untuk berkuasa yaitu konselor yang selalu merasa ketakutan dan tidak berdaya, yang berusaha mencariu kekuatan untuk mengatur orang lain
5.      Keinginan untuk dicintai yaitu konselor yang narsistik dan impresif, yang percaya bahwa semua masalah dapat dipecahkan melalui cinta
6.      Vicarious rebellion yaitu konselor dengan kemarahan yang tidak tersalurkan, yang menggunakan perilaku tidak patuh dari klien untuk mengeluarkan pikiran dan perasaaannya.
            Dengan menghindari sikap-sikap negatif yang ada di dalam diri konselor di atas dan menumbuhkan sikap-sikap efektif untuk menjadi konselor yang profesional, maka diharapkan ketika melaksanakan bantuan konseling di lokasi bencana, konselor dapat bekerja secara maksimal, seutuhnya dan terfokus. Dengan demikian maka dapat dipastikan bahwa profesi konselor adalah benar-benar profesi yang bermanfaat dan bermartabat di mata masyarakat.

C.  Program Bimbingan dan Konseling Berwawasan Kebencanaan
            Membuat program merupakan sebuah aplikasi atas pelaksanaan konseling di lokasi bencana, oleh sebab itu beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum membuat program bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan yaitu latar belakang klien dalam hal ini usia, jenis kelamin dan orinentasi klien. Dalam hal situasi bencana ini konselor perlu melihat usia klien apakah anak-anak, remaja, orang dewasa dan lansia, jenis kelamin kali-laki dan perempuan, orientasi klien maksudnya adalah tujuan, latar belakang pekerjaan, tugas perkembangan dll. Semua itu perlu diperhatikan oleh konselor agar program yang dibuat efektif dan efisien dalam membantu masyarakat. Program yang dibuat oleh konselor dapat berupa program harian, mingguan, bulanan, semesteran dan tahunan sesuai dengan lamanya dan situasi di lokasi bencana.
            Berikut ini contoh program bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan yang disesuaikan  dengan dasar penyusunan program ABKIN[7].
PROGRAM MINGGUAN
PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
BERWAWASAN KEBENCANAAN
LOKASI BENCANA   : ERUPSI GUNUNG SINABUNG                                 
Waktu                          : Minggu I November 2013
Tempat                        : lokasi pengungsian Zona 1 Desa Simalem
Konselor                      : Rizky Andana Pohan
No
Kegiatan
Materi Bidang Pengembangan
Pribadi
Sosial
Belajar
Karir
Agama
Keluarga
1
2
3
4
5
6
7
8
1
Layanan orientasi
sosialisasi
sosialisasi
sosialisasi



2
Layanan informasi
Menjadi pribadi yang kuat

Meningkatkan kepedualian sosial

Meningkatkan rencana masa depan
Tauhid
Menyanyangi keluarga
3
Layanan penempatan dan penyaluran
Membuat kreatifitas di pengungsian



Meningkatkan ibadah

4
layanan penguasaan konten

Pemahaman diri


Membuka usaha sampingan
Belajar sholat dan mengaji

5
Layanan konseling perorangan


Masalah trauma
Masalah stres sosial
Malas belajar di lokasi bencana
Putus asa untuk hidup
Malas beribadah
Pertengkaran dalam keluarga
6
Layanan bimbingan kelompok
Meningkatkan rasa percaya diri
Meningkatkan kepedulian sesama
Belajar berdiskusi

Meningkatkan sholat berjamaah

7
Layanan konseling kelompok
Kesedihan yang berlarut





8
Layanan konsultasi
Bingung dan berputus asa



Cara berdoa yang baik dan benar
Membina keluarga yang harmonis
9
Layanan mediasi & Advokasi

Mediasi antara masyarakat dan pemeritah




10
Aplikasi instrumentasi
Pengungkapan masalah
Pengungkapan masalah
AUM PTSDL
Pengungkapan masalah


11
Himpunan data






12
Konferensi kasus






13
Kunjungan rumah






14
Tampilan kepustakaan






15
Alih tangan kasus
Kepada dokter
Kepada psikiater
Guru mata pelajaran
Kepala daerah
Ustadz/
Orang tua/KUA
           
            Program ini merupakan contoh program mingguan bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan. Program ini dapat dijadikan acuan bagi para konselor yang akan terjuan ke daerah bencana. Konselor harus kreatif, inovatif, dan dinamis. Mengenai materi program sebaiknya konselor melaksanakan need asesment sebelum membuat program dan materinya, mulai dari himpunan data, pengadministrasian instrumen jika dimungkinkan, wawancara, observasi dll. Sehingga dengan demikian program yang dibuat sesuai dengan tujuan dan sasarannya seperti kepada anak-anak, remaja, orang dewasa, orang tua lanjut usia. Konselor tidak boleh menyamakan materi dan cara pelaksanaan layanan kepada semua orang. Dengan mengkelempokkan dari usia maka diharapkan pelayanan yang diberikan oleh konselor benar-benar bermanfaat, efektif, efisien bagi para masyarakat yang sedang tertimpa bencana.
D.  Implementasi,  Dukungan Sistem (system support), dan Evaluasi Program
1.      Implementasi dan dukungan sistem
Implementasi program bimbingan dan konseling akan terpokus pada sasaran klien yang ada sesuai dengan program yang telah dirancanag sedemikian rupa dengan berbagai analisa yang telah dibuat. Konselor harus mampu berorientasi secara dinamis dan konsisten mengenai program yang telah dirancang. Oleh sebab itu dalam perancangan dan pembuatan program memerlukan bantuan-bantuan dari pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan bencana itulah yang dinamakan dengan dukungan sistem.
Suasana bencana meamang sebuah keadaan yang tidak bisa diprediksi sebelumnya yang pasti, seorang konselor harus siap menghadapi keadaan bagimanapun. Dalam hal ini betapa sangat vitalnya dukungan sistem dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling dalam suasana bencana. Dukungan sistem ini akan secara langsung maupun tidak langsung berkolaborasi dengan konselor di lapangan dalam membantu masyarakat dalam rangka rekonstruksi dan pemulihan pasca bencana. Berikut merupakan struktur dukungan sistem pelayanan bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan.
 


Rounded Rectangle: TNI/POLRIRounded Rectangle: MEDIARounded Rectangle: BNPB/BPBD           
 






Rounded Rectangle: TAGANA  dan BASARNASRounded Rectangle: PSIKOLOG DAN PSIKIATERRounded Rectangle:  PETUGAS KESEHATAN                                                                                                       
 


            Pada diagram dukungan sistem pelayanan bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan di atas dapat terlihat bahwa sasaran sutuhnya adalah masyarakat korban bencana dan wilayah bencana. Konselor terlihat bekerja dalam sebuah sistem yang utuh dan luas sehingga memungkinkan pelaksanaan layanan secara maksimal dan terintegrasi. Kolaborasi antara konselor dengan pemerintah LSM, petugas kesehatan, pemuka adat dan agama, psikolog, BNPB, Basarnas dll, diharapakan mampu membantu masyarakat yang sedang ditimpa bencana baik secara moril maupun materil pasca bencana maupun pada tahap pemulihan dan rekonstruksi pasca bencana.
2.    Evaluasi
            Tahap demi tahap yang telah dilaksanakan oleh konselor mulai dari need asesment, penyusunan program, implementasi program dengan dukungan sitem, maka tahap yang terkahir dan juga sangat penting adalah tahap evaluasi. Sebaik apapun program dan kinerja konselor evaluasi merupakan sarana pengembangan kemampuan dan keahlian keprofesionalan seorang konselor.
            Pada tahap ini kita akan melihat bagaimana evaluasi yang seharusnya dilakukan oleh konselor dalam pelaksanaan programnya di kawasan bencana. Mengutip pendapat A. Muri Yusuf yang mengatakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses pemberian makna, arti, nilai atau kualitas tentang suatu objek yang dievaluasi atau penyusunan suatu keputusan tentang suatu objek berdasarkan asesmen.[8]
            Dari pengertian tersebut dapatlah dipahami bahwa evaluasi bimbingan dan konseling kebencanaan dilakukan mulai dari input yaitu pada saat need asesment, observasi, wawancawa, studi dokumentasi. Evaluasi proses pada saat implementasi dan pelaksanaan program. Evaluasi hasil pada saat program telah dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan oleh konselor itu sendiri maupun konselor-konselor independen dan pihak-pihak yang terlibat seperti pemerintah tanpa bermaksud menghakimi. Setelah evaluasi maka yang terakhir adalah tindak lanjut atas segala evaluasi yang telah dilakukan, sehingga program-program konselor berikutnya akan kaya dengan khasanah teori, praksis dan implementasi lapangan yang bermuara pada kebermanfaatan dan kebermartabatan profesi konseling itu sendiri.
    
E.  Penutup
            Profesi konseling merupakan sebuah profesi yang unik dan mulia, unik karena tidak semua individu mampu mewujudkan sikap-sikap yang dibutuhkan untuk menjadi seorang konselor. Mulia karena profesi ini membantu para individu maupun kelompok yang sedang mengalami masalah, hambatan yang dihadapinya agar mampu mandiri dan mengendalikan diri secara efektif. Peran konselor dalam membantu masyarakat yang ditimpa musibah bencana merupakan peran yang profesional dan bermanfaat, jika satu konselor mampu mengimplementasikan program secara baik dan benar maka dibutuhkan peran konselor yang begitu banyak bagi rekonstruksi masyarakat pacsca bencana. Jika itu terlaksana maka sudah bisa dipastikan profesi konseling bermanfaat dan bermartabat itu akan segera dirasakan oleh masyarakat, bangsa, negara dan agama.        


    

DAFTAR PUSTAKA
                ABKIN, Panduan Umum Pelayanan Bimbingan dan Konseling, (ABKIN: Jakarta, 2013) 
            Gladding, Samuel. T,  Konseling Profesi yang menyeluruh edisi keenam, alih bahasa Winarno dan Lilian, (Jakarta: Indeks, 2012)
            Prayitno, Konseling Integritas, (Padang: UNP, 2013)
            ----------, Wawasan Profesional BK, (Padang: UNP, 2009)
            Supriatna, Mamat, Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2010)
            Yusuf, A. Muri, Asesmen dan Evaluasi pendidikan, (Padang: UNP Press, 2011)






















[1] Penulis adalah alumni jurusan BPI Fak. Dakwah dan Komunikasi IAIN SU dan sekarang sedang menempuh S2 Bimbingan dan Konseling program pasca sarjana Fakultas Ilmu Pendidikan  Universitas Negeri Padang.
[2] Prayitno, Konseling Integritas, (Padang: UNP, 2013), hl. 85.
[3] Konselor profesional adalah berpendidikan S1 BK + Pendidikan Profesi Konselor (1 tahun)
[4] Prayitno, Wawasan Profesional BK, (Padang: UNP, 2009),  hl, 45.
[5]  Mamat Supriatna, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi , (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hl. 21.
[6] Samuel T. Gladding, Konseling Profesi yang Menyeluruh edisi keenam, alih bahasa Winarno dan Lilian, (Jakarta: Indeks, 2012),  hl. 39.
[7] ABKIN, Panduan Umum Pelayanan Bimbingan dan Konseling , (ABKIN: Jakarta, 2013).  hl, 77.
[8]  A. Muri Yusuf, Asesmen dan Evaluasi pendidikan, (Padang: UNP Press, 2011), hl. 21.