Maestro BK Indonesia

Maestro BK Indonesia
Prof. Dr. Prayitno, M.Sc.Ed, beliau merupakan maestro BK Indonesia. Beliau menghibahkan seluruh hidupnya untuk kemajuan BK, sehingga dapat kita nikmati dan tekuni ilmunya sampai saat ini.

Friday, September 26, 2014

FILSAFAT PENDIDIKAN SEBAGAI FONDASI DASAR DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA



PAPER
FILSAFAT PENDIDIKAN SEBAGAI FONDASI DASAR DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA


OLEH:
RIZKY ANDANA POHAN





























BAB I
PENDAHULUAN
            Indonesia merupakan nagara yang besar baik dari segi wilayah, penduduk, kekayaan alam. Semua kekayaan itu seharusnya dikelola dengan baik oleh seluruh putra-putri terbaik bangsa Indonesia. Untuk mementuk putra-putri terbaik tersebut maka pendidikan merupakan suatu upaya dan proses untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita mulia negara Indonesia.
            Negara bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa, dan masyarakat merasa berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, oleh sebab itu tarik menarik antar kewjaiban dan hak tersebt seharusnya dapat dijadikan modal yang kuat. Oleh sebab itu pendidikan merupakn solusi dalam menjelaskan dan memposisikan antara hak masyarakat dan kewajiban negara dalam pendidikan.
            Oleh sebab itu penyelenggaraan pendidikan di Indonesia jelas dikelola dan dilindungi oleh negara. Filsafat sebagai induknya ilmu pengetahuan banyak memberikan kontribusi bagi kemajuan pendidikan. Filsafat sebagai salah satu asas dalam penyelenggaraan pendidikan di Indionesia yang menjiwai seluruh proses pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran melalui pancasila sebagai falsafah bangsa dan negara sebagai landasan filosofisnya. Landsan filosofis akan memberikan kekuatan, untuk menjawab permasalahan-permasalahan pendidikan yang timbul dalam pelaksanaannya. Itulah sebabnya lahirlah filsafat pendidikan sebagai jawaban atas persoalan-persoalan pendidikan yang menjiwai secara utuh dalam pelaksanaannya. Untuk lebih jelas mengenai posisi, letak dan peran filsafat pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, maka paper ini akan mencoba menjelaskannya secara keseluruhan.












BAB II
ISI
A.    Pengertian dan Makna Filsafat
Berbicara mengenai filsafat pendidikan, dapat dipahami dari dua bangunan katanya, yaitu filsafat dan pendidikan. Karena kedua hal tersebut begitu esensi maka akan dibahas pengertian kedua kata-kata tersebut. Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philos dan sophia, yang berarti cinta akan kebijaksanaan, pengetahuan dan pengalaman yang praktis. Melalui pengertian secara bahasa tersebut dapatlah dipahami bahwa filsafat adalah sebuah kajian yang menyadari tidak adanya kesempurnaan dalam jiwa manusia maupun lingkungannya, karena filsafat akan mulai dari keraguan dan akan berakhir pada keraguan pula. Filsafat menggumuli seluruh realitas, tetapi teristimewa eksistensi dan tujuan manusia[1]. (bagus, 2002:242).
Sokrates sebagai bapak filsafat mendefenisikan filsafat sebagai suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari kehidupan  yang adil dan bahagia (principles of the just and happy life[2]). Melihat makna filsafat yang diungkapkan oleh sokrates tersebut, maka tidaklah berlebihan jika ia mengeluarkan statement: the examined life is not worth living, bahwa kehidupan yang tidak teruji dan tak pernah dipertanyakan, merupakan kehidupan yang tidak berharga. Dari pendapat sokrates tersebut membuka cakrawala berpikir bahwa semua yang ada di dunia ini memberi makna dan menunggu untuk ditemukan apa yang ada di balik iu semua.
Mencoba menilik sejarah kembali jauh sebelum Sokrates berfilsafat sesungguhnya Adam dan Hawa sebagai manusia pertama telah berfilsafat, berfilsafat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya di bumi, berfilsafat untuk memperoleh keturunan sebagai generasi penerus, semua itu merupakan hasil dari berpikir sedalam dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya, itulah yang dinamakan dengan filsafat.
Menarik juga menarik hikmah dari pendahulu kita Rasulullah Muhammad SAW, sebagai suri tauladan bagi umat Islam dan rahmat bagi sekalian, ketika pertama kali diangkat menjadi Rasul, maka perintah yang pertama kali yang ia dapatkan adalah Iqro’ yang artinya baca. Baca disin bukanlah hanya sekedar baca saja namun dibalik itu semua baca mengandung makna yang luas, dalam, mencari dibalik hikah, baca ingkungan, baca keadaan sekitar. Semua itu merupakan bagian dari filsafat. Filsafat menuntun manusia untuk tetap mampu berdiri tegak dan eksis di muka bumi ini.
Harold H Titus, dalam karya filosofinya, persoalan-persoalan filsafat, menurunkan setidaknya lima macam pengertian filsafat[3].
1.      Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis.
2.      Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan  dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.
3.      Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan
4.      Filsafat adalah sebagian analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang kata dan konsep.
5.      Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian dari manusia dan yang dicaraikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari pandangan Alwasilah tersebut  dapat dipahami bahwa filsafat merupakan sebuah gambaran tentang kenyataan yang tiada habisnya, yang menghasilkan pemikiran-pemikiran, gagasan-gagasan dalam rangka memecahkan masalah yang ada, bahkan untuk dapat menemukan kebenaran yang sesungguhnya.
Soetrisno, dkk merumuskan mengenai berbagai pendapat khusus mengenai filsafat antara lain:[4]
1.      Rasionalisasi menggunakan akal
2.      Materialisme yang menggunakan materi
3.      Idealisme yang menggunakan ide
4.      Hedonisme yang menggunakan kesenangan
5.      Stoikisme mengagungkan tabiat saleh
Aliran-aliran tersebut jelas mempunyai kekhususan dan menekankan kepada sesuatu yang dianggap sebagai inti permasalahan hidup yaitu akal, kebendaan, pikiran, kesenangan, kesolehan, semua merupakan esensi yang sangat lumrah dalam menghadapi kehidupan ini jika dikaji secara filsafati.
Oleh sebab itu dari beberapa pendapat ahli di atas mengenai filsafat dapatlah dirangkum menjadi beberapa poin saja antara lain:
1.      Filsafat adalah hasil pemikiran manusia yang paling kritis secara sedalam dalamnya, seluas luasnya, sebesar-besarnya dalam bentuk yang sistematis.
2.      filsafat merupakan refleksi dari ilmu pengetahuan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.
3.      Filsafat adalah pandangan hidup
4.      Filsafat adalah hasil perenungan jiwa manusia secara dalam, luas, mendasar sampai ke akar-akarnya, dan menyuluruh yang melibatkan semua unsur.
Menjadi sebuah keniscayaanlah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang lebih aplikatif dan normatif, setiap ilmuwan maupun individu dituntut untuk terus berfilsafat, dalam rangka memenuhi basic need manusia itu sendiri, sampai kepada kesejahteraan yang didambakan oleh manusia. Kesenangan dunia dan akhirat dalam bingkai agama menjadi sakinah mawaddah dan warahmah begitu pandangan agama.
B.     Pengertian dan makna Pendidikan
Berbicara mengenai pendidikan merupakan sebuah bahasan dan kegiatan yang tiada habis-habisnya untuk dibahas, krena memang sesungguhnya pendidikan itu berlangsung sepanjang kahidupan manusia. Oleh sebab itu tidaklah salah jika pepatah mengatakan tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat. Alquran sebagai kitab suci jelas mengabadikan dan menjanjikan mengangkat beberapa derajat orang-orang yang berilmu. Perlu disadari ilmu yang didpat itu merupakan bagian dari pendidikan. Mulai dari pendidikan yang paliung terkecil adalah keluarga oleh ayah dan ibu, kemudian lingkungan sekolah dan luar sekolah, semua membaur menjadi satu dalam rangka membentuk karakter anak sehingga menghasilkan generasi yang cerdas, berimtaq, dalam pusaran pendidikan.
Pendidikan secara bahasa berasal dari bahasa Inggris yaitu to educate yaitu kata kerja yang berarti mendidik, oleh sebab itu secara terminologis pendidikan menjadi sebuah pengetian yang sangat luas. Indonesia sebagai negara yang berdaulat sangat mengakui dan menyadari bahwa pendidikan merupakan hak yang wajib diterima oleh setiap warga negara. Ini berarti hak memperoleh pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya merupakan hak setiap individu yang dijamin oleh undang-undang dan dilindungi oleh hukum.
Di indonesia, secara yuridis formal perolehan hak asasi manusia di bidang layanan pendidikan telah termuat dalam UUD 1945, UU No 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas, ataupun GBHN 1993 sampai kepada yang terakhir adalah UU Sisdiknas No 20 tahun 2003.  Berikut dokumen formal yang memuat garapan pendidikan sebagai hak asasi segenap bangsa Indonesia, yaitu[5]:
1.      Pembukaan UUD 1945, alinea keempat yang menyatakan, ....melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,....”semenjak Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945, unsur memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa telah merupakan komitmen pokok sebagai pintu gerbang utama untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia.
2.      Dalam bagian lain UUD 1945, pasal 31 ayat 1, dinyatakan bahwa “tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Pasal ini  merupakan jaminan atas hak segenap bangsa Indonesia untuk mendapatkan pengajaran dan pendidikan.
3.      GBHN 1993, antara lain mengungkapkan bahwa pembangunan pendidikan dan pengemabangan generasi muda merupakan bagian integral dari upaya pengembangan sumber daya manusia di berbagai bidang yang pada hakikatnya bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia  dan kehidupan masyarakat yang utuh menyeluruh. Sedangkan “pendidikan nasional bertujuan untukj meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan  yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif  serta sehat jasmani dan rohani.
4.      UUSPN No 2 Tahun 1989:
a.       Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan (Bab III pasal 5)
b.      Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan dasar. (Bab III Pasal 6)
c.       Warga negara yang memiliki kelainan fisik atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa
5.      UUSPN N0 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasuna belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya , masyarakat bangsa dan negara[6].
Itulah perjalanan penting pendidikan di Indonesia dari masa ke masa sebagai refleksi awal dalam memberikan gambaran utuh mengenai pendidikan dimulai dari cakrawala berpikir pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan.
Berikutnya kita akan mencoba melihat pengetian pendidikan dari sudut pandang kajian para ahli. Istilah pendidikan dalm terminologi agama disebut dengan tarbiyah, yang mengandung arti dasar sebagai pertumbuhan, peningkatan, atau membuat sesuatu yang lebih tinggi. Karena makna dasarnya adalah pertumbuhan dan dan peningkatan, maka dengan asumsi positif bahwa pada hakikatnya manuasia memiliki nilai-nilai kebaikan yang ada di dalam dirinya. Dengan demikian pendidikan merupakan sebuah upaya dan proses meningkatkan potensi-potensi positif yang ada di dalm diri individu setinggi-tingginya, dan proses itu akan berlangsung dari kelahairan sampai pada kematian.
Menurut Suhartono  makna pendidikan dapat dilihat dari dua perspektif yang luas dan arti sempit[7]. Dalam arti luas, pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kehidupan. Pendidikan berlangsung di segala jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan potensi yang ada dalam diri individu. Secara sederhana pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri.
Dalam arti sempit, pada dasarnya pendidikan adalah wajib bagi siapa saja, kapan saja, dan dimana saja, karena menjadi dewasa, cerdas, dan matang adalah hak asasi manusia pada umumnya, itulah sebabnya di awal dijelaskan bagaimana negara melindungi hak asasi warga negara indonesia melalui pendidikan.
Dari pendapat tersebut dapatlah dipahami bahwa pendidiakan adalah usaha sadar dengan segala daya dan upaya untuk membentuk manusia menjadi lebih baik dengan memaksimalkan segala potensi-potensi positif yang telah dimilikinya. Dengan demikian jelaslah proses pendidikan itu merupakan sebuah kebudayaan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia, oleh sebab itu tidaklah salah lagi pendidikan dapat diartikan sebagai pembudayaan kehidupan manusia. Dapatlah disimpulkan bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan enkulturasi budaya untuk menjadikan manusia menjadi manusia yang seutuhnya.
Dari pengertian pendidikan menurut para ahli dan UUSPN NO 20 tahun 2003, dapatlah ditarik sebuah pemahaman yang luas, bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dengan seluruh daya dan upaya unn]tuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar dalam rangka memaksimalkan potensi-potensi positif manusia, yang akan berguna bagi pribadi, masyarakat, maupun bangsa dan negara.

  1. Pengertian Filsafat Pendidikan
Setelah membahas secara dalam dan luas mengenai filsafat dan pendidikan secara terpisah, maka pada bagian ini akan dibahas mengenai filsafat pendidikan itu secara utuh, sehingga menghasilkan sebuah konsep yang jelas mengenai hakikat filsafat pendidikan.
Kita menyadari bahwa semua aspek kehidupan ini mulai dari alam, ekonomi, politik, sosial, budaya diilhami dan berpedoman pada ajaran-ajaran filsafat. Pendidikan sebagai salah satu aspek kehidupan jelas juga berpdoman dan berasal dari filsafat, agar pendidikan dapat berkembang secara terus menerus maka filsafat adalah kuncinya.
Manusia sebagi pribadi ataupun sebagi masyarakat, sebagi bangsa dan negara hidup dalam sosio budayanya. Aktivitas untuk mewariskan dan mengembangkan sosio-budaya itu terutama melalui pendidikan. Untuk menjamin agar pendidikan itu benar prosesanya secara efektif dan efisien maka dibutuhkan landasan-landasan yang kuat pula, itulah yang dinamakan dengan landasan filosofis  dan landsan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan. Karena pendidikan sebagi usaha pembudyaan kehidupan manusia, sehingga pendidikan bukanlah sekedar usaha yang spekulatif tanpa perkiraan. Nmun sesungguhnya pendidikan harus secara fundamental didasarkan atas asas-asa filosofis  dan ilmiah yang menjamin pencapian tujuan yakni meningkatkan perkembangan sosio-budaya bahkan harkat dan martabat bangsa[8].
Menurut Jalaludin, filsafat pendidikan dapat diartikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitik bertakan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercyaan yang menjadi dasar dari filsafat umumdalam upaya memecahkan persoalan pendidikan secara praktis.
Menurut Hasan Langgulung menyatakan bahwa Filsafat pendidikan adalah penerapan metoda dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang disebut pendidikan[9]. Filsafat pendidikan adalah mencari konsep-konsep yang dapat menyelaraskan gejala yang berbeda-beda dalam pendidikan dan suatu rencana menyeluruh, menjelasakan istilah-istilah pendidikan, mengajukan prinsip-prinsip atau asumsi-asumsi dasar tempat tegaknya pernyataan-pernyataan khusus mengenai pendidikan dan menyingkapkan klasifikasi-klasifikasi yang berhubungan antara pendidikan dan bidang-bidang kepribadian manusia.
Dari beberapa asumsi yang bersumber dari pengertian filsafat, pendidikan kemudian membahas secara awal mengenai filsafat pendidikan maka dapatlah ditarik sebuah defenisi yang luas dan mendalam bahwa filsafat pendidikan merupakan terapan dari llmu filsafat yang memabahas mengenai seluk-beluk pendidikan dalam rangka enkulturasi kebudayaan yang mampu menjawab segala permasalahan-permasalahan pendidikan dalam rangka menjawab kebutuhan masyarakat menuju kemajuan bangsa.
  1. Urgensi Filsafat terhadap pendidikan di Indonesia
Filsafat mengajarkan manusia, untuk berpikir secara holistik dengan menggunakan berbagai sudut pandang, sebelum akhirnya membuat suatu keputusan, ini berarti tanggung jawab merupakan suatu tanggung jawab dalam berfilsafat. Filsafat membantu menjamin agar tujuan selalu menentukan pilihan-pilihan sarana, mempertajam  dan menjelaskan seni, dan menumbuhkan keterampilan. Tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan dalam diri peserta didik kebebasan sehingga membentuk subjek moral yang bertanggung jawab. Ilmu pengetahuan yang memungkinkan untuk menjelasakan, mengontrol, dan memprediksi tetap mendasarkan diri pada ideal moral untuk mendidik para individu yang berkarakter, mandiri dan mampu mengendalikan dirinya.
Mengapa ilmu pendidikan selalu mengandalkan filsafat sebagai landasan utama, karena memang landasan filosofis sebagai landasan dasar akan membantu menjawab permasalahan-permasalahan pendidikan yang menyangkut ranah antropologi, epistemik, dan politik.
Pertama lapis antropologis bertitik tolak dari pengandaian bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki potensi dan harus dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan menjadi kekhasan manusia yang hidup dalam budaya dan bahasa. Bahsa yang menjadi kekhasan manusia dibandingkan dengan makhuk lain. Pendidikan membantu manusia untuk mengatur dirinya sendiri dan mengatur hubungannya dengan orang lain. Oleh sebab itu kajian-kajian masyarakat secara kolektif dalam pendidikan perlu menjadi kajian utama, karena dalam masyarakat kolektif akan banyak timbul keinginan-keinginan setiap individu yang akan berpadu, sehingga filsafat akan membantu pendidikan dalam menyelesaikan masalah yang timbul akaibat permasalahan kolektif dari masyarakat tersebut.
Kedua, lapis epistemik menjadi penting karena masyarakat modern membawa kekhasan analisis dan pertanyaan yang selalu timbul dalam benak mereka. Lapis epistemik memperhitungkan keseluruhan pengetahuan atau struktur pemaknaan yang khas bagi suatu kelompok masyarakat tertentu. Sebagian pendidikan berlangsung di sekolah. Sekolah tidak bisa dipisahkan dari penggunaan metode, tapi subjek rasional harus tetap diperhitungkan sebagai faktor utama dalam penyebaran dan penenrapan pengetahuan.
Dalam tingkat budaya yang lebih luas, struktur kognitif masyarakat akan lebih banyak berbicara, sehingga sekolah sebagi penyelenggra pendidikan  bukanlah sebuah pengajaran yang absolut dalm melaksanakan pendidikan dan pengajaran, tetapi memerlukan diskusi yang panjang melalui dari orang tua, guru, kepala sekolah, sampai kepada pemerintah. Dengan demikian maka pendidikan akan dirasakan sebagai tanggung jawab bersama sebagai tanggung jawab kolektif, sehingga pengawasan yang baik akan mendukung pelaksanaannya. Siswa tidak lagi diibaratkan sebagi gelas kosong, tetapi lebih dari sekedar itu, siswa merupakan aktor yang akan menentukan masa depannya, sekolah diharapkan hanya sebagai fasilitator dalam megenbangkan keterampilan,bakat, minat, karakter anak dengan berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Ketiga disebut sebagi lapis politik karena pendidikan telah menjadi ranah dan bagian politik pemerintahan,  karena pendidikan utama diselenggarakan oleh negara, jelas dalam merumuskan kebijakan-kebijakan pendidikan tentulah melewati kebijakan-kebijakan politik terlebih dahulu. Hal itu merupakan hal yang wajar dalam tatanan masyarakat demokrasi seperti Indonesia. Oleh sebab itu pada lapis politik ini pendidikan diharapkan akan memungkinkan terlaksananya tiga unsur integrasi yaitu[10]:
1.      Integrasi budaya budaya bangsa sebagai kesatuan politik
2.      Integrasi sosial karena berkat pendidikan sesorang bisa sukses di masyarakat
3.      Integrasi subjektif yang mendefinisikan nilai-nilai moral yang memungkinkan setiap individu bisa mandiri sebagi makhluk sosial.
Ketiga integrasi ini menunjukkan bahwa kebahagiaan  masyarakat bisa dicapai melalui pendidikan. Pendidikan kemudian menjadi imperatif dan tidak bisa ditaawar lagi bagi suatu bangsa. Dalam konteks ini, rumusan tentang kebutuhan dasar untuk belajar seperti dideklarasikan dalam the world confrence on education for all menjadi sangat berarti. Dalam pernyataannya dikatakan:[11]
Kebutuhan dasar belajar itu meliputi baik sarana belajar yang pokok (membaca/menulis, kemampuan berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah) maupun isinya (pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap) yang diperlukan manusia agar bisa bertahan, untuk bisa mengembangkan kemampuan-kemampuan secara penuh, hidup dan bekerja sesuai dengan martabatnya, ambil bagian secara penuh dalam pembangunan, meningkatkan kualitas hidup mereka, memperoleh informasi untuk kepuusan-keputusan mereka dan selalu belajar dan bekelanjutan.
Betapa mulianya sebenarnya tujuan pendidikan yang diselenggrakan oleh negara, karena negara menyadari bahwa individu-individu merupakan generasi penenrus yang tutut mengemabngkan negara pada masa kini maupun yang akan datang. Menilik sejarah bahwa sesungguhnya pendidikan di zaman dahulu aksesnya sangat terbatas, yang membedakan manusia-manusia berdasarkan posisi-posisinya, distulah peran filsafat sebagai penyelaras perbedaan, sehingga pendidikan untuk semua yang selaama ini menjadi slogan pendidikan, bukan hanya slogan semata tetapi benar-benar terwujud dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Filsafat adalh induknya semua ilmu pengetahuan, dengan sudut pandang yang komprehensif yang disebut dengan hakikat. Artinya filsafat memandang setiap objek dari segi hakikatnya. Sedangkan pendidikan adalah suatu bidang ilmu pengetahuan  yang tujuan utamanya adalah mengembangkan potensi individu sehingga mewujudkan pribadi yang matang bukan hanya dari sisi akademis juga sisi mentalitas yang mampu mandiri dan mengendaikan diri. Jadi jelaslah bahwa filsafat pendidikan memandang persoalan sentral berupa hakikat pematangan manusia. Tradisi filsafat adalah selalu berpikir dialektis dari tingkat metafisis, teoritis, sampai pada tingkat praktis. Tingkat metafisis disebut aspek ontologi, tingkat teoritis disebut epistimologi, dan tingkat praktis disebut aspek aksiologi.
Jika diterapakan pada kegiatan pendidikan, aspek ontologi adalah proses pendidikan dengan penenkanan pada pendirian filsafat hidup, suatu pandangan hidup yang dijiwai dengan nilai keluhuran budaya dan nilai-nilai moral budaya. Dari filsafat hidup tersebut, diharapkan adanya pertumbuhan dan perkembangan kematangan spritual dan emosional setiap diri individu.
Aspek epistimologi pendidikan menekankan sistem kegiatan pendidikan pada pembentukan sikap ilmiah, suatu yang dijiwai oleh nilai kebenaran, dari sikap ilmiah itu, diharapkan adanya pertumbuhan dan perkembangan kematangan intelektual, berupa kreativitas dan keterampilan hidup. Sedangkan aspek aksiologi pendidikan menekankanpada sistem kegiatan pada pengembangan perilaku dan tanggung jawab, suatu perilaku yang dijiwai dengan nilai keadilan. Dan akan memberikan manfaat bukan hanya kepada individu itu sendiri tetapi lebih jauh kepada masyarakat, bangsa dan negara.
Ketiga taraf sistem pendidikan tersebut saling berhubungan antara satu aspek dengan yang lainnya secara kausalistik. Aspek ontologi mendasari aspek epistimologi, dan aspek epistimologi memberikan jalan atau metode kepada aspek aksiologi yang menhasilkan produk dari pendidikan, yaitu individu yang matang dan dewasa dalam kepribadiannya.
Selanjutnya dapat diasumsikan bahwa jika paradigma filosofi pendidikan tersebut dipergunakan sebagai landasan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia baik di dalam keluarga, sekolah, maupun dalam kehidupan masyarakat, dapat diharapkan kehidupan masyarakat bisa meliputi nilai-nilai kejujuran, kebenaran, kearifan loka, spritual keagamaan dalam bingkai pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian maka sudah bisa dipastikan pendidikan di Indonesia akan menjadi sebuah model pendidikan yang khas dan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri.


BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Filsafat pendidikan adalah mencari konsep-konsep yang dapat menyelaraskan gejala yang berbeda-beda dalam pendidikan dan suatu rencana menyeluruh, menjelasakan istilah-istilah pendidikan, mengajukan prinsip-prinsip atau asumsi-asumsi dasar tempat tegaknya pernyataan-pernyataan khusus mengenai pendidikan dan menyingkapkan klasifikasi-klasifikasi yang berhubungan antara pendidikan dan bidang-bidang kepribadian manusia.
Filsafat pendidikan akan menjiwai seluruh pelaksanaan pendidikan di Indonesia, terutama menyangkut falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945. Oleh sebab itu penyelenggraan pendidikan di Indonesia tetap akan berlandaskan pada kedua hal tersebut. Dan filsafat pendidikan lahir untuk menjawab permasalahan-permasalahan pendidikan yang timbul dalam pelaksanaannya baik menyangkut desain kurikulum, pembelajaran, penyampaian guru. Semua itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi pelaksanaan pendidikan terkhusus di Indonesia.

  1. Saran
Sekedar saran kepada seluruh penyelenggara pendidikan di Indonesia, maka sudah sepatutnyalah, nilai-nilai falsafah negara yaitu pancasila dan UUD 1945 yang dijadikan sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, karena memang filosofis terdalam bangsa indonesia adalah kedua falsafah tersebut.












DAFTAR RUJUKAN
A. Chaedar Al wasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2008)
Dinn Wahyudin Dkk, Pengantar Pendidikan, (Jakarta:UT, 2005)
Haryatmoko, Dominasi Penuh Muslihat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utamam, 2010)
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002)
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Malang:1984)
Prayitno, Konseling Integritas, (Padang: UNP)
Soetrisno, Dkk, Filsafat Ilmu Dan Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Andi, 2007)
Suhartono Suparlan, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009)
Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012)







[1] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 242-243
[2] Zaprulkhan, Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm, 15
[3] A. Chaedar Al wasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2008), hlm 7-8
[4] Soetrisno, Dkk, Filsafat Ilmu Dan Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Andi, 2007), hlm 20
[5] Dinn Wahyudin Dkk, Pengantar Pendidikan, (Jakarta:UT, 2005), hlm 1.25
[6] Prayitno, Konseling Integritas, (Padang: UNP), hlm 48.
[7] Suhartono Suparlan, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009) hlm. 77.
[8]  Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Malang:, 1984), hlm 39.
[9] Zaprulkhan, Filsafat Umum...., hlm 303
[10] Zaprulkhan, Filsafat Umum...., hlm 307
[11] Haryatmoko, Dominasi Penuh Muslihat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm 192-195

No comments:

Post a Comment