POLA
ASUH YANG SALAH MEMBENTUK KEPRIBADIAN YANG SALAH KAPRAH BUAT ANAK.
Masa
anak – anak adalah masa dimana pola pikir anak masih satu arah, jika sedang
bermain maka hanya bermainlah yaang senang dilakukannya, terkadang apabila
diganggu kesenangannya maka dia pun akan berontak, menangis, itulah yang
dilakukannya.
Setiap anak merupakan anugerah cerdas dari sang ilahi, ia
sebagai penggembira bagi mereka yang kesepian, penyejuk dikala kelelahan,
penyemangat dikala putus asa, obat dikala menderita sakit.
Namun yang menjadi masalah yang sangat krusial dan
mendasar adalah ketika malah sebaliknya yang terjadi, anak dianggap sebagai
penggangu,anak sebagai sumber kesusahan, dan hal – hal negatif lainnya.
Sebenarnya untuk menjawab masalah yang kita anggap krusial
itu diperlukan pemikiran dan pemahaman yang sederhana, kita harus pahami bahwa
apa yg terjadi pada anak itu adalah
sepenuhnya adalah tanggung jawab orang tua. Teori tabularasa yang sering
digunakan oleh ahli pendidikan sebenarnya cukup bisa menjadi batu pijakan
berpikir, bahwa anak itu adalah seperti kertas putih yang bersih, tinggal
bagaimana orang tua ingin menuliskan apa yg ingin dituliskannya, meskipun harus
kita sadari bahwa aspek minat dan bakat juga ada di dalam diri sang anak.
Sejalan dengan teori tabularasa itu
bahwa jauh lebih dahulu Islam memandang lebih
mendasar lagi, hadis nabi menyatakan bahwa tergantung kepada orang
tuannya lah ingin menjadikan anak itu, muslim, nasrani, ataupun majusi. Dapat
dipahami bahwa aspek yang utama dalam Islam adalah tauhid yang utama menjadi
hal yang mendasar yang harus diperkenalkan oleh orang tua, ketika untuk aspek
ini saja sudah salah maka akan salah lah untuk kedepannya.
Generasi islam seharusnya cepat
tanggap dan sadar bahwa, apapun persoalan di dunia ini harus kembali kepada
rujukannya yaitu Alquran dan Hadis. Yang menjadi problem sekarang adalah moral
anak – anak, remaja, bahkan orang dewasa bukan semakin baik bahkan semakin buruk
dan mengenaskan jika kita melihat dengan kacamata indrawi dan batin.
Bertolak belakang sebenarnya dengan
tujuan pendidikan, kita lihat di zaman sekarang dengan semakin banyak nya
sekolah, semakin canggihnya teknologi, semakin banyaknya rumah ibadah
seharusnya harus vertikal dengan kemajuan akhlak dan moral anak bangsa, namun yang
terjadi malah sebaliknya.
Disinilah sebenarnya masalah dan
disitu pula lah tempat dan akar penyelesainnya, ya keluarga, keluarga sebagai
suatu aspek dominan yang kan membentuk pola ,corak laku dari anak memberikan
kontribusi yang luar biasa bagi anak. Sebagai contoh yang sederhana, anak tahu
mengucapkan mama, ayah, ya dari ibunya yang selalu mengajarinya untuk
mengucapkan itu, seandainya saja ibu selalu mengucapkan namanya tanpa bertutur
mama, maka sang anak dipastikan akan memanggil nama.
Siapapun tentu mengetahui dan sadar
akan mengatakan bahwa pola asuh yang dilakukannya sudah benar, namun kenyataan
yang didapat bertolak belakang dengan hasil dari anak. Hasil yang baik tidak
akan didapat dari niat dan proses yang tidak baik. Namun dalam hal ini kita
yakin bahwa niat setiap orang tua semuanya bagus dan luar biasa, terkadang
proses dalam mendidik itulah yang salah dan agak keliru. Anak tidak akan
membangkang jika dia tidak pernah tahu dan melihat cara membangkan, anak tidak
akan tahu apa itu berbohong kalau dia tidak pernah melihat orang berbohong,
anak tidak akan tahu memaki kalau dia tidak pernah mendengar makian, anak tidak
akan berhati kasar jika ia tidak pernah merasakan perlakuan yang tidak ikhlas.
Oleh sebab itu yang menjadi akar
masalahnya adalah pola asuh nya. Oleh sebab itu sebagai orang tua dan kaum
pendidik lainnya, ketika melihat ada yang salah dalam tingkah laku anak
janganlah kita langsung men judge bahwa itu salah si anak, mari kita sama –
sama instropeksi diri, karena harus kita pahami semua orang itu adalah
cenderung kepada kebaikab begitu juga dengan anak, tinggal bagaimana kita
sebagai orang tua dan guru menuntun nya ke arah yang baik itu.